Lonjakan Harga Gabah Tak Terkendali, Mayoritas Penggilingan Padi di Majalengka Berhenti Produksi
kacenews.id-MAJALENGKA-Melonjaknya harga gabah di tingkat petani berdampak terhadap kelangsungan usaha penggilingan padi di Kabupaten Majalengka. Sekarang hampir 70 persen pengusaha penggilingan beras yang berhenti beroperasi, karena harga gabah sudah tidak sebanding lagi dengan harga jual.
Ketua Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Kabupaten Majalengka, Dedi Koswara mengungkapkan, saat ini harga beras nyaris tidak terkendali dan terjadi kenaikan harga setiap pekan.
“Sekarang hampir 70 persen pengusaha penggilingan di Majalengka berhenti beroperasi, kalaupun jalan hanya sesekali dalam sepekan, karena tidak tersedia gabah. Di saat ada gabah harga mahal, biaya tidak tertutupi oleh harga jual,” katanya.
Menurutnya, dengan terus melonjaknya harga gabah, sejak Januari pengusaha harus menyiapkan tambahan dana sebesar 50 persen serta dana cadangan sebesar 50 persen. Karena modal terhadap barang berkurang, sehingga modal harus dua kali lipat.
“Sehingga bagi yang modal minim, tentu memilih berhenti beroperasi,” ujarnya.
Ia menyebutkan, harga beras di pasaran terus melonjak mencapai Rp 17.000 hingga Rp 18.000 untuk jenis premium, seiring dengan kenaikan harag gabah di tingkat petani yang kini telah mencapai Rp 950.000 hingga Rp 1.000.000 per kwintal.
“Saat ini beras medium diterima di Bandung dan Bogor telah mencapai Rp 15.000 per kg. Harga sebesar itu berdasarkan harga beli yang masih Rp 14.500 per kg yang dilakukan pada akhir Desember. Untuk pembelian sekarang yang telah mencapai Rp 15.000 per kg, harga jual minimal Rp 15.600 hingga Rp 15.700 per kg,” tuturnya.
Dedi menyampaikan, penyaluran bantuan sosial yang dilakukan pemerintah untuk keluarga miskin sebanyak 10 kg per KK, tidak membawa dampak pada penurunan harga beras di pasaran. Karena gabah dan beras di tingkat petani sudah habis.
Kemudian yang harus dilakukan untuk meredam harga beras walaupun sifatnya sementara, perlu dilakukan operasi pasar. Namun persoalannya apakah Bulog masih memiliki stok beras atau tidak.
“Sekarang terkesan pemerintah membiarkan harga terus melonjak, tidak ada penyeimbang karena operasi pasar tidak dilakukan. Kalau operasi pasar dilakukan setidaknya ada peredam walaupun sifatnya sementara,” katanya.
Ia memprediksi mahalnya harga beras dan gabah akan terus berlanjut hingga setahun ke depan. Ini terjadi karena petani terlambat tanam akibat El Nino. Tahun ini masa panen diperkirakan baru terjadi pada April. Lalu musim tanam kedua baru akan dilakukan Mei sehingga panen dilakukan September atau Oktober.
“Itupun jika air masih tersedia. Jika air tidak tersedia maka panen terancam gagal dan dampaknya harga gabah kembali melonjak,”katanya.
Dedi menyarankan agar masyakat tidak terbebani dengan harga beras dan pemerintah daerah (Pemda) harus memiliki sadangan beras yang disimpan di gudang. Sehingga ketika masyarakat butuh beras bisa dikeluarkan atau Bulog terus menyebar beras di pasaran.
Sementara itu, Pengelola Pasar Sindangkasih Supriadi dan Pengelola Pasar Kadipaten Eyek Eka Cahya mengungkapkan, kenaikan harga beras di pasar tradisional sudah berlangsung dua hari terakhir. Beras premium di Pasar Kadipaten telah mencapai Rp 18.000 per kg dan untuk premium kualitas I seharga Rp 17.000. Sedangkan beras medium di pasar telah mencapai Rp 15.000 hingga Rp 16.000 per kg.
Namun demikian stok beras menurut mereka mencukupi. Bahkan menurut Supriadi salah satu grosir beras pada Senin (5/2/2024) akan mendapat kirman sebanyak 5 ton.
“Naiknya harga beras karena harga gabah terus melonjak kini telah mencapai Rp 950.000 per kg,” ujarnya.(Tati)