Bupati Imron Kumpulkan Pejabat BPR, Sebut Masalah Keuangan dalam Keadaan Sehat
kacenews.id- CIREBON- Bupati Cirebon, H Imron Rosyadi langsung merespon sejumlah permasalahan yang menimpa Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik daerah yang sempat meresahkan masyarakat. Langkah yang diambil kali ini adalah mengumpulkan pejabat BPR milik Kabupaten Cirebon, di Pendopo Bupati Cirebon, Senin (5/2/2024).
Dalam pertemuan tersebut, terlihat Direktur Utama Bank Cirebon Jabar Perseroda, Uripa Endang Susanto didampingi Direktur Operasional dan Dewan Pengawas serta Asisten Daerah Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Hafidz Iswahyudi.
Rapat yang diinisiasi Bagian Perekonomian Setda Pemkab Cirebon ini digelar untuk menjawab keresahan masyarakat Kabupaten Cirebon, khususnya nasabah BPR terkait permasalahan yang ada di luar daerah.
Imron menyebutkan, pihaknya sengaja langsung mengumpulkan para pejabat yang bersangkutan untuk mengetahui kondisi BPR milik pemerintah daerah. Hasilnya, Imron menegaskan tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan.
“Hari ini saya kumpulkan semua pejabat BPR milik Pemkab Cirebon yaitu Bank Kabupaten Cirebon (BKC) yang sahamnya 100 persen milik pemkab dan Bank Cirebon Jabar (BCJ) yang sahamnya milik bersama Pemprov Jabar. Setelah saya mendengar penjelasan, kondisi keuangan kedua BPR yang kita miliki dalam keadaan sehat,” ujar Imron.
Bahkan, kata Imron, BCJ telah mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat karena dinilai berkinerja baik. Sehingga, Imron juga meminta kepada masyarakat Kabupaten Cirebon untuk tidak ikut panik terhadap permasalahan di luar daerah.
“Masyarakat jangan takut untuk meminjam, menabung dan mendepositokan dananya di BPR milik kami. Semuanya dalam keadaan sehat dan sudah mendapatkan pengakuan dari Pemprov Jabar kalau BPR di kita itu baik,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama BCJ Perseroda, Uripa Endang Susanto menegaskan kondisi keuangan BPR yang dipimpinnya dalam keadaan sehat. Meskipun di beberapa daerah mengalami permasalahan, dirinya meminta untuk tidak membuat persepsi yang sama terhadap BPR milik Pemkab Cirebon.
“BPR yang bermasalah itu di luar daerah, kalau di Kabupaten Cirebon semuanya sehat. Seperti yang Pak Bupati sebutkan tadi,” tegasnya.
Disinggung mengenai imbas dari permasalahan yang menimpa BPR lain, Uripa mengatakan, ada beberapa yang merasa cemas. Namun, dia menyebutkan tidak sampai terjadi penarikan masal dari nasabah.
“Memang ada imbasnya ke kita. Tetapi, kita jelaskan sesuai dengan kondisi yang ada sehingga nasabah juga merasa aman. Tidak ada penarikan masal seperti yang terjadi di daerah lain,” ungkapnya.
Uripa berharap semua nasabah untuk tetap tenang dan tidak terpengaruh. “Kita pastikan nasabah aman dan kondisi kita juga sehat. Jangan takut untuk melakukan transaksi dengan kami. Jika memang ragu, silakan tanya ke pihak yang berwenang yaitu OJK sehingga masyarakat bisa lebih tenang,” imbaunya.
Sebelumnya masyarakat dihebohkan dengan kredit macet pada perusahaan milik pemerintah daerah. Seiring dengan terus naik kelasnya kolektibilitas dari lancar ke kurang lancar, kemudian diragukan dan naik kelas menjadi macet. Harapan nasabah penyimpan pada bank plat merah ini sungguh sederhana, yang penting aman dan bisa ditarik tatkala dibutuhkan.
Masyarakat dibuat galau, harus kemana lagi menyimpan uang, setelah beberapa rentetan peristiwa seperti koperasi, asuransi, mengalami persoalan likuiditas. BPR yang selama ini dipercaya sehat dengan piranti pengawasan berlapis baik diawasi SPI, Dewan Pengawas, Akuntan Publik, Inspektorat, BPKP, OJK, tergelincir oleh membangkaknya kredit macet.
BPR dipuja-puji dapat survive pada kondisi ekonomi nasional maupun global yang terbutki selamat dari krisis moneter di era 1998, berubah citra maupun disorientasi kepercayaan masyarakat walaupun BPR hanya sebagai salah satu contoh insiden keuangan memilukan.
Lembaga keuangan bank sangat rentan terhadap isue kinerja yang berisiko terjadinya rush (penarikan uang besar-besaran oleh nasabah). Alih-alih, surat kuasa tidak jelas juntrungannya, namun dalam hati para nasabah masih tertanam rasa kekhawatiran.
Penyelamatan perbankan, tidak an sich melalui pendekatan penal (pidana), akan tetapi bagaimana meraih kembali kesehatan bank di beberapa penilaian, meliputi, faktor permodalan (capital), kualitas aset (asset quality), manajemen (management), rentabilitas (earnings), likuiditas (liquidity) dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to risk market).
Artinya kita tidak boleh terlalu yakin ketaatan orang pada suatu peraturan perundang-undangan hanya dengan mengandalkan pada sanksi pidana semata. Meskipun juga tidak boleh mengatakan sanksi pidana itu tidak ada artinya.(Iwan)