Ayumajakuning

Dulu Favorit, Wisata Terasering Panyaweuyan Majalengka Kita Kering Kerontang

MAJALENGKA- Obyek wisata Terasering Panyaweuyan, di Desa Sukasari Kaler, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka yang selama ini menjadi pusat kunjungan wisata dari bebagai daerah karena hijaunya pemandangan dengan tanaman bawang daun, kini kering kerontang,  gundul dan gersang.

Tidak ada tanaman sayuran apa pun di sana, yang terlihat tebing terasering yang gundul, tidak ada tanaman, selain rumput kering dan pepohonan yang masih berdaun. Itu pun sangat jarang karena petani setempat sepenuhnya memafaatkan lahan untuk palawija sebagai penghidupan mereka.

Saat ini sebagian besar lahan sudah mulai diolah,  rumput–rumput kering mulai bersih,  agar begitu datang curah hujan lahan terasering sudah bisa ditanami palawija. Sehingga pemandangan yang terlihat adalah tebing dengan coklatnya tanah

Meski begitu, pemandangan alam terasering tetap ada dan bisa dinikmati bagi pengunjung yang biasa menikmati alam terbuka. Karena lahan terasering yang sudah diolah untuk ditanami. Dari kejauhan tampak guratan–gutaran tanah kecoklatan cukup indah.

Hanya memang suhu sedikit panas, tidak sesejuk biasanya walaupun berada di pegunungan tepatnya di kaki Gunung Ciremai. Apalagi saat siang hari tidak ada tempat berteduh selain di warung–warung yang berjejer di pinggir jalan yang sempit.

Menurut keterangan sejumlah pemilik warung, beberapa bulan terakhir pengunjung sepi. Paling yang datang hanya beberapa orang saja karena mungkin tidak bisa melihat hijaunya alam terasering serta faktor lain.

“Yang datang mampir ke warung sekarang paling satu dua orang, bahkan pada Senin (23/10/2023)  kemarin hanya laku satu gelas kopi seharga Rp 3.000, padahal untuk sewa lapak saja sehari tekor,” ungkap Iwanudin pemilik warung.

Sebelum Lebaran Idulfitri, omset penjualan dalam sehari bisa mencapai Rp 300.000. Pendapatan sebesar itu  bisa membayar sewa lapak, dan membayar retribusi serta uang kebersihan sebesar Rp 20.000 per minggu.

Karena sepinya pengunjung, menurut Iwanudin dan Yuyun, wajar jika sekarang banyak pemilik warung yang sementara berhenti berjualan. Jika dipaksakan berjualan kemungkinan dikhawatirkan biaya operasional tidak tertutupi. Terlebih yang menyewa kios dengan mahal.

Minimnya pengunjung, menurut Yuyun, salah satunya juga diduga karena pungutan tiket kunjungan wisata sudah dipungut sejak di bawah. Padahal yang naik ke terasering belum tentu semua akan berkunjung ke tempat wisata.

“Kalau tiket wisata dipungut bagi yang akan naik pe puncak Panyaweuyan rasanya lebih baik, sehingga yang mampir ke warung kopi tetap ada. Karena dulu juga ketika tiket dipungut di pintu pendakian pengujung ke warung tetap banyak. Yang datang ke sini kan ada yang hanya ingin menikmati suasana sambil minum kopi, ada yang ingin ke puncak,” ungkap Yuyun.

Hal ini sempat dikeluhkan oleh pengunjung yang akan berkemah di Sayangkaak. Mereka sudah dipungut dari bawah, sementara di Sayangkaak juga haru bayar tiket masuk. Akhirnya pengunjung ini membatalkan perjalanan lintas Panyaweuyan dan memutar arah ke Argapura.

Pengelola wisata Hendriana dan Nano membenarkan minimnya pengunjung wisata, hal itu diduga karena musim kemarau yang panjang. Di kawasan wisata tidak ada hijaunya terasering, sementara pengunjung ingin melihat hijaunya terasering.

“Yang datang berkunjung dalam sehari di bawah 50 orang, dengan jumlah operasional saja tidak tertutupi. Dulu sebelum Lebaran jumlah kunjungana bisa mencapai 500 orang,” ungkap Hendriana.

Menurut Nano dan Hendriana, kawasan Wisata Panyaweuyan ini dikelola oleh tiga desa, yakni Desa Sukasari Kaler, Sukasari Kidul dan Teja.(Tati)

 

Related Articles

Back to top button