Jika Tak Direalisasikan, Janji Calon Pemimpin Dihukumi Haram
CIREBON-Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar), janji manis calon pemimpin dihukumi haram jika tanpa keseriusan atau tekad kuat di hatinya untuk merealisasikan.
Hal itu berdasarkan hasil Bahtsul Masail Kubro (BMK) LBM PWNU Jabar, yang digelar di Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Kautsar Cilimus, Kabupaten Kuningan, Kamis (19/10/2023).
Menurut Dewan Pakar LBM PWNU Jabar, KH. Ahmad Yazid Fatah dalam menyampaikan hasil BMK tersebut, tema yang dibahas soal “Janji Manis Calon Pemimpin” menghasilkan beberapa poin setelah melalui kajian berdasarkan pandangan fikih.
Dalam tema tersebut dibahas apakah janji-janji manis yang dilontarkan para calon pemilu menjadi nazar? Jawabannya, lanjut dia, bukan termasuk nazar, namun disebut wa’dun atau janji. Karena, kata dia, disampaikan dengan kalimat “janji”, bukan dengan shighat nazar.
Kemudian, janji tersebut disampaikan dengan tujuan menarik simpati dan dukungan rakyat, bukan kesanggupan melakukan ibadah atau iltizamul qurbah.
“Namun demikian, hukum menyelisihi atau mengingkari ‘janji-janji manis’ oleh para calon pemimpin adalah haram bila saat menyampaikan janji- janji tersebut tidak didasari tekad yang serius atau kuat (‘azm) untuk memenuhinya, bukan sebatas janji pemanis untuk meraup dukungan dan suara rakyat,” kata Kiai Yazid.
Yang dimaksud calon pemimpin atau politisi calon pemilu di sini yakni, para politisi baik yang maju menjadi calon presiden (Capres) dan wakil presiden (Cawapres), maupun para politisi yang menjadi calon legislatif (Caleg), serta lainnya.
BMK yang juga dalam Rangka Maulid Akbar, Haul Abuya KH. M Nashihin Amin Ke-4 dan Harlah Pondok Pesantren Al-Kautsar Ke-27 tersebut, juga membahas tema lainnya. Yakni terkait “e-commerce mengancam UMKM?”.
Pengasuh Ponpes Al-Kautsar Kuningan, KH. Ahmad Fauzan yang menyampaikan hasil pembahasan tema tersebut menyatakan, berbisnis di e-commerce pada dasarnya diperbolehkan. Namun, bila dalam strategi pasar terdapat predatory pricing, memperjual belikan barang ilegal dan cara lain yang nyata-nyata berdampak membunuh UMKM pasar tradisional secara masal atau masif, maka hukumnya haram.
“Karena, idlror atau merugikan dan idza’ atau menyakiti seperti berdampak kepada timbulnya monopoli dagang, persaingan antar pedagang yang tidak sportif, dan merugikan mayoritas pedagang secara umum yang tidak menjadi aviliator e-commerce,
seperti pelaku UMKM dan lainnya,” katanya.
Selanjutnya, khida’ah, yaitu mengelabui dan mempermainkan harga pasar secara zalim. “Kemudian regulasi seperti apa yang harus dibuat oleh pemerintah?” katanya.
Yakni, la lanjut dia, pertama pemerintah harus membuat regulasi yang mengatur perdagangan digital dengan berasaskan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kedua, Menghilangkan ketimpangan ekonomi masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar daya beli masyarakat meningkat. “Ketiga menghentikan setiap e-commerce yang memakai strategi predatory pricing,” katanya.
Ia melanjutkan, pemerintah dalam hal ini telah menerbitkan peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2023, tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik.”Dengan demikian peraturan tersebut telah memenuhi tiga poin dimaksud, sehingga sudah tepat dalam persepektif fikih,” ujarnya.(Mail)