Tak Tersentuh Bansos, Keluarga Tarman Hidayat Huni Rumah Terancam Ambruk
MAJALENGKA-Rumah Ketua DKM Al Jabar, M Tarman Hidayat (47 tahun) warga Blok Buah Gede, RT 05/06, Desa Garawangi, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Majalengka kondisinya sangat memprihatinkan. Sehingga dikhawatirkan ambuk tiba-tiba karena rusak parah. Rumah berukuran 6 m X 10 m ini berada di samping kebun milik warga lain tidak jauh dari jalur Tol Cipali.
Rumah nampak luas, namun bagian atap bangunan sudah lapuk. Bahkan atap genteng, reng dan bambu penyangga genteng sudah banyak yang berjatuhan. Dinding tembok pun sebagian sudah rusak.
Selain itu, pintu depan dan dapurnya yang ditutup gorden hijau muda untuk menutup pintu sudah rusak.
Di bagian dalam rumah tidak terdapat tempat duduk, semua serba lesehan. Begitu pula tempat tidur semua digelar di lantai, namun nampak bersih dan rapi.
Tarman mengaku tak mampu memperbaiki rumahnya. Karena penghasilan yang minim, terlebih saat ini musim kemarau panjang. Sehingga tidak bisa mengolah sawah milik orang lain yang digarapnya selama ini seluas 350 bata.
“Penghasilan saya sedikit, sekarang tidak bisa mengolah sawah. Selama ini mengandalkan jualan kacang milik orang lain yang diisi ke warung-warung. Sehari pendapatan sekitar Rp 80.000, namun terkadang dalam seminggu ada sehari yang tidak sama sekali memperoleh uang karena barang di warung-warung masih ada,” tuturnya.
Menurut imam dan guru ngaji di Masjid Al Jabar ini, pendapatan sebesar itu untuk menghidupi semua keluarga dengan dengan seorang istri dan lima anaknya yang kesemuanya sedang sekolah. Dua anaknya di pesantren serta tiga berada di rumah sekolah di SD terdekat.
Rumah yang ditempati bersama istrinya Nani Sunarsih (40 tahun) diakui Tarman, dibeli dari kakaknya pada 2009, saat itu rumah belum selesai seperti kondisi sekarang. Namun dia tempati, karena tidak ada lagi tempat tinggal.
Kemudian lambat laun, lantainya dia keramik karena banyak ular, dengan menyisihkan uang dari hasil menggarap sawah orang lain. Namun semakin berganti tahun kondisi ekonominya berkurang. Sehingga tidaak mampu memperbaiki atap yang kondisinya sudah tua.
“Kalau hujan bocor, dari atap belakang masuk hingga menggenangi sebagian ruangan, kamar tidur, dapur dan ruang tengah,” kata Nani.
Menurut Nani dan Tarman, penghasilan Rp 80.000 per hari terkadang sulit membagi uang. Karena harus mengirim uang kepada kedua anaknya yang di pesantren. Anak pertama di Pesantren Magetan, Jawa Timur dan kedua di Pesantren di Sangiang.
“Ketemu minggu harus sudah mengirim uang. Yang di Magetan untuk membeli buku dan kitab dibantu pesantren kata Kiainya yang terpenting hingga lulus berada di sana,” kata Tarman.
Walaupun jadi imam masjid dan ketua DKM, tarman mengaku tidak pernah mendapatkan bantuan dari manapun. Sehingga jabatan tersebut sepenuhnya ibadah.
Diapun mengaku tidak pernah mendapat bantuan PKH, BPNT atau apapun dari pemerintah. Walaupun memiliki lima anak yang kesemuanya sekolah serta penghasilan yang pas-pasan.
Tokoh pemuda setempat, Darto J membenarkan hal tersebut. Menurut mereka seyogyanya Tarman ini mendapat bantuan seperti halnya warga lain yang kondisi ekonominya sama.
“Ketika orang lain mendapat bansos beras 10 kg per bulan beberapa hari lalu, Pak Ustad ini tidak dapat bantuan. Apalagi PKH, BPNT atau bantuan lain waktu pandemi Covid-19 juga tidak dapat apa-apa. Padahal kondisi ekonominya di bawah mereka yang dapat bantuan,” katanya.
Menurutnya, warga setempat berharap pemerintah atau lembaga manapun bisa membantu perbaikan rumah Tarman. Agar ketika musim hujan tidak dihantui rasa was- was rumahnya ambruk atau bocor hingga air dari atap menggenangi rumahnya.
Hal sama disampaikan Dede tetangganya. Ia mengatakan, warga setempat tak mampu membantu, karena semua tengah memgalami kesulitan ekonomi.
“Kalau yang lain kan dapat bantuan bedah rumah. Ini juga sebaiknya dapat bantuan, karena kondisi ekonominya kurang,” ucapnya.(Tati)