Dilema Kenaikan Harga Beras di Pasaran
Situasi saat ini dapat diibaratkan atau digambarkan bagai dua mata pisau yang ternyata ke dua arah tersebut akan mengiris dan menyayat situasi dan kondisi perekonomian masyarakat kita tetapi sebenarnya justru akan menjadi pondasi yang kuat dalam sistem perdagangan hasil pertanian kita menuju harga beras yang berkeadilan.
Satu sisi dari sudut pandang para petani yang selama ini dirundung kerugian karena di setiap musim panen tiba harga gabah turun sedangkan pada saat musim tanam dihadapkankan pada mahalnya dan kelangkaannya pupuk bersubsidi di tengah cuaca dan iklim yang selalu pada saat hujan kebanjiran dan ketika kemarau kekeringan di bawah bayang-bayang gagal panen yang menyebabkan para petani ataupun buruh tani berada di garis ekonomi bawah dalam mata rantai sektor pertanian.
Tingginya biaya produksi yang dialami oleh petani saat ini maka wajar jika ketika harga gabah saat ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan nilai jual saat ini, kalau rata rata biaya produksi Rp 5.567- 5.600 per Kg dengan produktivitas padi rata-rata baru mencapai 5,4 ton perhektar pada 2021 (Kementan RI) dan saat ini bisa menjual harga gabah hasil panen seharga RP 7000-8000 per Kg maka petani memiliki nilai keuntungan yang wajar.
Lantas bagaimana dengan harga beras saat ini yang tengah mencetak rekor sepanjang sejarah penjualan harga beras di negara kita, dengan kisaran rata-rata untuk beras medium Rp 13.000 per Kg dan untuk beras premium dikisaran rata-rata Rp 14.000-15.000 per Kg nya.
Prinsip ekonomi dalam pemasaran apabila tidak ada keseimbangan antara suplay (pasokan) dan Demand (kebutuhan) maka secara otomatis akan ada lonjakan harga itu berlaku sebaliknya jika kelebihan pasokan maka akan mengalami penurunan harga dan begitu juga sebaliknya jika kekurangan pasokan maka akan mengalami kenaikan harga.
Jika kita perhatikan kondisi saat ini tentu kelangkaan beras di pasaran disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kenaikan harga gabah yang berkisar di Rp 7.000 – Rp 8.000 menyebabkan harga jual beras menjadi naik dengan rendemen rata-rata 60% maka (HPP) harga pokok penjualan beras menjadi di atas Rp 11.000 dan saat ini kita sudah tidak dapat menemukan harga beras senilai Rp 10.000 lagi di pasaran.
Adanya lonjakan harga dianggap oleh produsen sektor pertanian terutama penggilingan padi menjadi kendala di pasaran karena apabila memproduksi dengan harga pokok penjualan yang tinggi mengalami kesulitan untuk menjual beras nya sehingga mulai mengurangi produksi nya karena akan mengalami kerugian apabila kenaikan harga beras yang diinginkan di tolak oleh agen dan kios beras.
Begitu juga dengan pedagang beras yang mengalami penurunan omset ketika harus menjual harga beras dengan kenaikan yang cukup signifikan berkisar 35-50% dari harga sebelumnya. Tentu ini menjadi sangat berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi kita terutama kalangan UMKM yang menghasilkan produknya dari bahan beras seperti pengguna tepung beras,jajanan pasar terbuat dari tepung beras, tukang lontong, nasi kuning,nasi uduk, nasi jamblang dll.
Mereka berhenti memproduksi karena tidak bias menaikan harga ke konsumen yang secara signifikan apalagi jenis makanan tentu menjadi sulit untuk menjual produknya apabila mengurangi ukuran ataupun jumlah yang selama ini dianggap sesuai.
Situasi tersebut berlangsung sejak juli 2023 sampai dengan saat ini dan pemerintah harus segera mengatasi kelangkaan tersebut dengan melakukan operasi pasar dan lagi lagi import beras dari negara tetangga.
Di kabarkan pemerintah akan mengimport 2juta ton beras dalam mengatasi kelangkaan tersebut dan sudah berlangsung sampai dengan saat ini tetapi harga beras tak kunjung turun.
Melihat dua sisi kepentingan yang begitu urgen tersebut di mana dari sisi petani saat ini menemukan harga yang wajar dan layak untuk bisa meraih untung karena selama ini banyak ruginya dan tentu menjadi daya Tarik untuk usaha di sektor tersebut bagaimanapun masyarakat kita yang jelas dan notabene pertanian adalah sumber utama lalu disisi lain produsen dan penjual mengalami kesulitan melakukan penjualan dan meraih keuntungan karena dianggap kenaikan nya menjadi tidak wajar.
Tetapi bila kita bandingkan dengan harga beras dunia yang berkembang sekarang ini memang nilainya sama dengan harga jual saat ini kenapa harga beras ini situasinya tidak bisa turun seperti tahun sebelumnya walapun import beras sudah di lakukan dan ternyata di beberapa negara harganya tinggi karena mereka sudah mulai menyiapkan stok cadangan pangan nya sendiri dan bahkan menyetop eksport berasnya demi ketahanan pangan negaranya.
Bagaimana dengan stok cadangan beras negara kita? Ini yang menjadi pertanyaan semua masyarakat Indonesia dan pemerintah wajib menjawabnya dengan jujur dan bertanggung jawab.
Kalau kita lihat data dari badan pusat statistik produktivitas padi (gabah) pada tahun 2020 berjumlah 54.649.202.24 ton kemudian tahun 2021 mengalami penurunan menjadi 54.415.294.22 ton dan di tahun 2022 ada sedikit peningkatan menjadi 54.748.977.00 ton dan tahun ini diperkirakan mengalami penurunan akibat adanya elnino yang mengakibatkan kekeringan panjang dan menyebabkan beberapa daerah yang menjadi menyuplai beras dan sebagai lumbung mengalami gagal panen. Kalo dari fluktuasi data yang ada ini menjadi salah satu faktor ketidakstabilan harga beras di pasaran dan akumulasi dari penurunan produksi di tahun sebelumnya. Jika kebutuhan nasi rata-rata perorang 250gram beras setiap hari,maka kebutuhan beras nasional kita perhari 61.875 ton dan kebutuhan setahun 22,6juta ton beras. Jadi dapat kita simpulkan berdasarkan hitungan kebutuhan dan hasil panen gabah tidak mencukupi untuk stok kebutuhan pangan kita bila di asumsikan hasil panen tersebut memiliki rendemen 65% maka tidak ada setengahnya cadangan kebutuhan beras kita sehingga mengakibatkan harga beras makin mahal.
Banyaknya faktor yang menjadikan produktivitas padi (gabah) menurun mulai dari faktor cuaca,kemarau yang Panjang,perubahan iklim global,penyempitan lahan produksi akibat alih fungsi lahan dan lain-lain serta beberapa negara yang memberhentikan eksport beras nya untuk ketahanan pangan negaranya,makin tinggi nya harga beras dunia maka ini merupakan akumulasi dari penyebab naiknya harga beras kita dan kenaikan tersebut menjadi hal yang wajar.
Jadi penulis berpendapat di sini ada nilai berkeadilan,satu sisi petani mulai menikmati hasil panennya yang mendapatkan keuntungan karena selama ini mengalami banyak kerugian saat panen dengan dihadapkan pada situasi harga yang turun begitu juga masyarakat yang membeli beras ternyata harga beras di negara kita terbilang rendah di banding harga pasaran beras dunia yang berarti harga saat ini mengalami suatu kewajaran.
Tinggal tugas penguasa yang memiliki kewenangan regulasi mengambil sikap bijaknya melihat dua sisi tersebut untuk mencapai harga yang berkeadilan untuk semua.**