CirebonRaya

Patung Pataraksa di Depan Kantor Bupati Cirebon Diwarnai, Pegiat Budaya Protes

CIREBON- Tokoh pegiat budaya Cirebon, R Chaidir Susilaningrat mengkritik keras atas pengecatan kembali ‘Patung Cirebon Berprestasi’ atau Monumen Pataraksa di Alun-alun Taman Pataraksa yang berada di depan Kantor Bupati Cirebon. Pasalnya, patung tersebut kini dicat dengan warna putih.

Menurut Chaidir,, selain merusak nilai estetika dan seni, pengecatan patung pelari tersebut dilakukan sepihak tanpa meminta masukan dari tokoh seni dan budaya Cirebon.

“Jelas merusak nilai estetika patung pelari tersebut. Di mana-mana patung itu berwarna aslinya. Apalagi itu terbuat dari perunggu,” kata Chaidir, Minggu (8/10/2023).

Chaidir menjelaskan, sebuah monumen merupakan bentuk atau simbol berkarakter, sehingga tidak bisa bebas diwarnai sesuka hati. Di berbagai kota, baik di Jakarta maupun di mana pun warna logam aslinya dari segi estetika itu memperlihatkan originalitas.

“Monumen Pataraksa sejak awal dibuat sudah memiliki konsep dan karakter serta nilai estetika yang kuat. Jadi jangan sesuka hati untuk mengubah sebuah bentuk. Pembuat patung itu mungkin masih ada, dan setahu saya ketika pembuatan patung itu tahun 1986 itu pembuat patung dari ITB, jadi kalau mau di diubah warnanya baik dicat maupun diapakan mestinya dihubungi aja pembuat patungnya,” desak Chaidir.

Bisa dibayangkan, setelah dicat dengan warna putih akan seperti apa. Dirinya menyayangkan perubahan warga patung sang monumental tersebut.

“Dulu saat masih abu-abu semua, kelihatannya gagah. Sekarang tidak tampak gagah lagi, karena sudah hilang estetikanya. Sekadar pendapat saya, dibiarkan dengan warna aslinya lebih baik tidak perlu macan-macam. Patung itu perungu kalau digosok itu bagus warnanya. Kan masih bisa dibersikan mengunakan kimia tertentu,” ujarnya.

Sebelumnya, pada tahun 2014 tepatnya bulan April, patung pelari yang tadinya berwarna abu-abu seluruhnya, berubah menjadi penuh warna. Bagian patung mulai dari kulit sang pelari, kaos, celana pendek, dan sepatu yang terbentuk, masing-masing memiliki warna berbeda.

Namun pengecatan tersebut mendapat reaksi keras, baik dari masyarakat maupun tokoh seni dan budaya. Akhirnya, setelah mendapatkan protes, cat pada patung pelari tersebut dihapus kembali.(Iwan)

 

Related Articles

Back to top button