CirebonRaya

Utang Rp 32,4 Miliar Belum Dibayar Kontraktor, Kejaksaan Kota Cirebon Diminta Mengusut

CIREBON- Sejumlah LSM mendatangi Kejaksaan Negeri Kota Cirebon untuk melakukan audiensi terkait uang senilai Rp 32,4 miliar yang belum dibayarkan oleh para kontraktor ke kas daerah selama 17 tahun lamanya.

Ketua DPD LSM Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Penjara), Agung Sentosa mengatakan, Kejaksaan sebagai aparat penegak hukum (APH) harus mengetahui terkait anggaran negara yang tak kunjung dibayarkan oleh para kontraktor tersebut.

“Ya bayangkan saja, sudah 17 tahun lamanya uang itu belum kelar juga dikembalikan ke kas daerah, dari 2005 sampai 2022. Untuk itu, Kejaksaan harus bergerak,” desak Agung.

Ia pun meminta agar Kejaksaan Kota Cirebon untuk mengusut perkara uang puluhan miliar rupiah tersebut, sebab berpotensi merugikan negara. “Jika di situ ada potensi kerugian negara, kan harusnya APH bisa bergerak,” ujarnya.

Menurutnya, pihaknya tidak akan berhenti hanya di Kejaksaan, sebab dalam waktu dekat pihaknya pun akan melakukan audiensi dengan DPRD Kota Cirebon.

“Ke depan, kita juga akan audiensi dengan DPRD Kota Cirebon. Sebab, anggaran yang belum dibayarkan dari para kontraktor itu tidak sedikit, puluhan miliar rupiah lho, makanya kita tidak main-main,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekda Kota Cirebon H Agus Mulyadi mengatakan, ada beberapa kategori dari penyedia jasa yang belum membayar uang Rp 32,4 miliar tersebut ke kas daerah.

“Kategorinya ada yang diakibatkan kekurangan volume, ada yang karena kelebihan pembayaran, atau ada juga karena kehilangan barang inventaris. Semuanya sedang diproses dan diupayakan oleh Inspektorat,” ujar Agus.

Ia menambahkan, meski pejabat yang berwenang untuk memproses hal ini suatu saat bisa berganti, namun perkara uang miliaran rupiah ini akan terus diupayakan agar bisa dikembalikan ke kas daerah.

“Jadi bukan berarti begini, wah ini bukan zaman saya. Itu tidak bisa begitu, sebab harus tetap diproses agar pengembangan ke kas daerah bisa maksimal,” ungkapnya.

Agus menambahkan, saat ini pun Inspektorat telah melakukan pemeringkatan para kontraktor atau penyedia jasa yang masih ‘berhutang’ uang miliaran tersebut. “Mana kontraktor yang bayarnya paling gede, paling kecil, itu sudah ada peringkatnya,” tuturnya.

Berkaca dari persoalan ini, menurut Agus, pihaknya menyetujui jika seorang kontraktor akan ikut lelang maka dia harus memiliki surat bebas temuan dari BPK.

“Saya setuju kontraktor ikut lelang maka harus ada surat bebas temuan BPK, dan itu akan kita terapkan sesegera mungkin, mungkin di tahun 2024. Jadi, misalnya, kontraktor yang belum menyelesaikan kekurangan volume harus nyambung dengan sistem pengadaan,” ungkapnya.

Sementara, mengenai koordinasi dengan Kejaksaan mengingat persoalan ini sudah memakan waktu hingga 17 tahun, menurut Agus, pihaknya masih akan menyelesaikan hal ini di tahap aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) terlebih dahulu.

Sebelumnya diberitakan, Ispektorat Kota Cirebon telah membentuk Tim Pemantauan Tindak Lanjut untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terkait adanya temuan Rp 32,4 miliar yang belum dibayarkan oleh rekanan atau kontraktor ke kas daerah. Tim ini terdiri dari Inspektur Pembantu dan para auditor.

Nilai sebesar Rp 32,4 miliar tersebut merupakan uang yang belum dibayarkan oleh kontraktor atas sejumlah proyek ke kas daerah dari tahun 2005 hingga 2022.

Berdasarkan data pada Inspektorat, total kewajiban pengembalian ke kas daerah sejak 2005-2022 sebesar Rp 54,7 miliar dan telah disetorkan ke kas daerah sebesar Rp 22,3 miliar sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp 32 4 miliar.

“Penyebab temuan BPK terkait pekerjaan konstruksi bisa bermacam-macam, bisa karena kurangnya volume pekerjaan atau kelebihan pembayaran sehingga terjadi kerugian negara, atau karena adaya keterlambatan penyelesaian pekerjaan sehingga terdapat denda keterlambatan yang harus dibayar kontraktor ke kas daerah,” ujar Kepala Inspektorat Kota Cirebon, Asep Gina Muharam.(Iskandar)

 

Related Articles

Back to top button