Ayumajakuning

Jalankan Tradisi Leluhur, Umat Konghucu di Majalengka Sembahyang King Hoo Ping

 

MAJALENGKA-Bunyi lonceng terus berdenting di Vihara Pemancar Keselamatan, Majalengka. Puluhan lilin berwarna merah yang disimpan berderet dan semula mati langsung dinyalakan pengurus kelenteng tersebut, sambil memanggil umat untuk segera bersiap melaksanakan sembahyang King Hoo Ping, Rabu (30/8/2023).

Sembahyang King Hoo Ping ini biasa dilaksanakan setiap akhir bulan Agustus, untuk mengundang arwah leluhur dan memanjatkan doa bagi semua leluhur yang telah meninggal. Termasuk mereka yang meninggal namun belum mendapat tempat yang layak.

Aneka sesajen persembahyangan seperti daging, buah-buahan, aneka kue kering dan kue basah, minuman, beras, bunga, nasi dan aneka lauk pauknya serta ribuan  replika perahu  dan uang berlapis emas sudah lebih dulu disajikan berkarung-karung di sejumlah altar, sesuai kepercayaan dan  pakem yang dilakukan secara turun temurun oleh leluhur umat Budha.

Umat Budha yang sengaja datang dari Bekasi, Bandung, Sumedang serta Majalengka begitu mendapat isyarat dari Dewan Pembina Klenteng untuk memulai berdoa  langsung berdiri mengikuti Siansu Edi Subarhi yang biasa memimpin pelaksanaan sembahyang.

Sembahyang King Hoo Ping atau disebut juga Boh To, yang dilakukan di enam altar dilaksanakan tepat pukul 09.30 WIB, dipimpin oleh Pembina Klenteng Pemancar Keselamatan.

Hio dan sejumlah lilin yang belum dinyalakan di samping altar langsung disulut salah seorang pengurus, sebelum itu terlebih dulu menuangkan air teh ke dalam tiga cawan yang berada di altar untuk diserahkan kepada pemimpin doa. Selanjutnya kembali disimpan di altar bersama dengan persembahan lainnya.

Setiap sesajen disebut satu persatu kemudian diambil dan diletakan kembali dialtar untuk  disajikan kepada arwah leluhur.

Usai berdoa, dilakukan  penyalaan hio oleh pemimpin doa,  diikuti umat lainnya yang melaksanakan sembahyang, dengan menyalakan hio masing-masing tiga batang dan menancapkannya di bejana depan altar.

Pembina Vihara Pemancar Keselamatan Siansu Edhi Subarhi menyampaikan, sembahyang King Hoo Ping dilakukan untuk mengenang dan memberi penghormatan kepada para leluhur umat Konghucu yang telah meninggal dunia.

Menurutnya, upacara ini lebih lama dibanding upacara hari besar lainnya. Karena banyaknya altar yang menjadi tempat sembahyang dengan berbeda panjatan doa.

Kemudian posisi sembayang  untuk umat yang pelaksanaannya berbarengan  berada di belakang pengurus. Untuk posisi sembahyang bagi perempuan berada di bagian kanan, dan laki-laki di bagian kiri.

“Upacara dimulai dengan memohon izin kepada Tuhan untuk menyampaikan permohonan maaf dan izin melaksanakan sembahyang”katanya.

Dia menyebut, sesajen yang disiapkan di altar hanya simbol, karena leluhur sudah tidak butuh makanan, minuman, lilin besar,  denting lonceng dan lainnya.

“Sembahyang King Hoo Ping adalah tradisi leluhur yang terus dijalankan umat Konghucu atau etnis Tionghoa,” katanya.

Ika Wartika pengurus vihara lainnya mengatakan, semua sesaji yang ada pada persembahan tidak boleh dimakan oleh mereka yang melakukan sembahyang atau nama almarhum yang tercatat di sesajian. Namun harus dibagikan kepada yang lain.

“Syukur kalau dibagikan kepada mereka yang benar-benar butuh pertolongan,” ucapnya.

Iwan dan Acim asal Bekasi, mengaku baru mengikuti sembahyang King Hoo Ping di Majalengka. Selanjutnya mereka mengaku akan rajin untuk melaksanakan sembahyang di Kelenteng Hok Tek Tjeng Sin.

“Nanti saya akan terus datang ke sini,” kata Acim.(Tati)

 

 

Related Articles

Back to top button