CirebonRaya

Ini Kisah Pemilik Empal Gentong H Apud Bisa Sukses Seperti Sekarang

CIREBON- Siapa yang tidak kenal dengan kuliner empal gentong H Apud di Cirebon? Siapa pun yang melintas di jalur Pantura, rasa-rasanya akan tahu, sebab lokasinya berada tepat di jalur Pantura, tepatnya di Kecamatan Tengahtani, Kabupaten Cirebon.

H Apud, yang merupakan sosok pendiri rumah makan empal gentong H Apud, bisa dibilang merupakan perintis keberadaan empal gentong di Cirebon.

Empal gentong sendiri merupakan kuliner khas Cirebon yang memiliki cita rasa tersendiri. Dimasak di dalam gentong atau kuali yang terbuat dari tanah liat, campuran daging yang dibumbui oleh santan dan bumbu kuning, sukses memanjakan lidah para penggemarnya.

Jika lewat rumah makan empal gentong H Apud ini, terutama jam makan siang, akan terlihat penuh. Parkiran pun diperluas, dan H Apud yang rumahnya tadinya persis berdampingan dengan rumah makannya kini dibongkar untuk memperluas tempat parkir.

Di balik kesuksesannya, H Apud dulu harus merasakan pahit getirnya merintis kuliner ini.  Ia memulai usaha kuliner empal gentong ini pada tahun 1995. Tak langsung sukses, ia harus berperih terlebih dahulu. Dulu, ia hanya menghabiskan 4-5 kilogram daging untuk campuran empalnya. Sebab banyak yang belum menyadari keberadaan kuliner empal gentong ini.

Rumah makannya yang sejak dahulu memang berada di lokasi yang sama, dikenangnya sebagai tempat yang kecil dan belum lengkap seperti sekarang.

“Butuh waktu sekitar 12 tahun untuk saya hingga empal gentong kini diterima secara luas, dikenal dan mulai dinikmati oleh para wisatawan yang datang ke Cirebon,” ujar H Apud.

Baru pada sekitar tahun 2017, rumah makannya mulai dikenal. Jatuh bangun selama belasan tahun ini ia jadikan pelajaran. Terutama untuk memulai dan menyiapkan empal gentong sebagai kuliner khas yang bisa dinikmati oleh wisatawan yang datang ke Cirebon.

“Kemudian saya mulai melengkapi tak hanya empal gentong, ada juga empal asem, nasi lengko dan sate. Sebab, dalam satu rombongan mobil itu ada saja yang tidak suka daging, sehingga alternatifnya adalah nasi lengko,” ujarnya.

Nasi lengko sendiri merupakan sesama kuliner khas Cirebon yang di dalamnya ada nasi yang dicampur dengan toge, kucai, tahu, tempe, mentimun, kemudian disiram oleh sambal kacang. Cocok untuk lidah yang tidak menyukai daging.

Setelah memperbarui kulinernya agar lebih lengkap, H Apud kemudian merenovasi dan memperlengkap rumah makannya, mulai dari ruangan ber AC, musala, serta banyak lagi, sehingga wisatawan yang datang pun merasa nyaman.

“Jika dulu memang yang beli kebanyakan warga lokal, kini yang datang itu wisatawan luar daerah,” tuturnya.

Kini, menurutnya, dibutuhkan sekitar satu kuintal daging untuk kebutuhan empal gentong di rumah makannya.  “Satu kuintal itu untuk hari biasa, akhir pekan ditambah karena makin banyak wisatawan yang datang,” ungkapnya.

Setelah berjuang sekitar 12 tahun, H Apud kini mulai menikmati jerih payahnya. Dalam sehari, seribu porsi empal gentong dan empal asem bisa tandas. Satu porsi empal gentong dan empal asem plus nasi dihargai Rp 30 ribu. Sehingga, dalam sehari omset empal gentong H Apud ini mencapai Rp 30 juta. Itu hanya untuk empal gentong dan empal asem saja, belum dihitung dari sate dan nasi lengko.

Angka itu pun baru dihitung untuk hari biasa. Di akhir pekan, menurut H Apud, bahkan bisa habis dua kali lipatnya. Artinya, omset di akhir pekan bisa mencapai di atas Rp 50 juta per hari.

Apalagi kini akses menuju Cirebon sangat mudah dengan adanya Tol Cipali maupun Tol Cisumdawu. Perjalanan menuju Cirebon pun banyak diakses melalui kereta api. Jarak dari Stasiun Cirebon menuju Rumah Makan Empal Gentong H Apud ini hanya sekitar 25 menit.

Saat ditanya kini makin banyak kuliner serupa di Cirebon, menurutnya, hal tersebut tidak menjadi masalah.

“Namun mungkin yang menjadi nilai plus empal gentong H Apud ini adalah fakta bahwa saya adalah pelopor empal gentong di Cirebon, rasanya sangat original,” tuturnya.(Fanny)

 

Related Articles

Back to top button