Opini

Proklamasi dan Komitmen Kebangsaan

Oleh : H. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI
Penulis Buku Arti Kemerdekaanku], dan Guru PPKn di Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

BANGSA Indonesia akan kembali merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) kemerdekaan Republik Indonesia. Pada momentum HUT kemerdekaan RI sebaiknya diulas sejarah proklamasi kemerdekaan sebagai upaya mengokohkan komitmen dan semangat kebangsaan.

Tanggal 7 Agustus 1945 menandai hari kemerdekaan bagi bangsa Indonesia dari penjajah. Untuk meraih kemerdekaan diperlukan perjuangan panjang. Dengan tegas dan penuh ketulusan menyatakan, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Setelah terdesak oleh pasukan sekutu, Jepang menjanjikan hadiah kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Kemudian, tanggal 1 Maret 1945 dibentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Cosakai. Badan ini diresmikan 29 April 1945, diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat.

Sebagai persiapan, BPUPKI melakukan dua kali sidang. Sidang pertama dilakukan 29 Mei-1 Juni 1945, yang bertujuan untuk menentukan rumusan dasar negara. Pada kesempatan itu, Soepomo, Mohammad Yamin, dan Soekarno, masing-masing mengajukan konsep rumusan tersebut. Pada 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan istilah rumusan dasar negara dengan Pancasila. Itulah yang kemudian setiap 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pada 22 Juni 1945, dibentuk panitia kecil beranggotakan sembilan orang yang disebut Panitia Sembilan, yang bertugas mematangkan rumusan dasar negara. Panitia ini menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Sedangkan sidang kedua dilakukan 10-14 Juli 1945 dan menghasilkan rumusan Undang-Undang Dasar lengkap dengan pembukaannya (preambule).

Pada 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan oleh pemerintah Jepang karena telah menyelesaikan tugasnya. Kemudian, pada 12 Agustus 1945, dibentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang. Panitia ini diketuai oleh Soekarno. Tugasnya melanjutkan tugas BPUPKI dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Jepang Menyerah

Di penghujung Perang Dunia II, terjadi peristiwa pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945. Peristiwa ini mendorong Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945. Berita menyerahnya Jepang tersebar lewat radio dan didengar oleh tokoh-tokoh muda Indonesia.

Bersama Moh. Hatta, golongan muda mengadakan rapat di Pegangsaan Timur. Rapat dipimpin oleh Chaerul Saleh untuk membicarakan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan.

Salah satu hasilnya, mendesak Soekarno dan Moh. Hatta untuk mendeklarasikan kemerdekaan saat itu juga, atau paling lambat 16 Agustus 1945. Hasil rapat ini disampaikan oleh Wikana dan Darwis kepada Soekarno, namun terjadi perbedaan pendapat.

Soekarno menolak permintaan tersebut karena masih menunggu keputusan dari pihak Jepang. Selain itu, Soekarno juga tidak bisa memutuskannya sendiri. Ia harus berunding dengan tokoh golongan tua lainnya.

Golongan tua merupakan orang-orang yang kooperatif kepada Jepang. Mereka tidak ingin terlalu buru-buru dalam memproklamasikan kemerdekaan, karena Jepang sebenarnya telah berjanji untuk memerdekakan Indonesia pada 27 Agustus 1945. Golongan tua tidak ingin ada pertumpahan darah kembali.

Sementara itu, golongan muda menganggap Indonesia sudah cukup kuat untuk menyatakan kemerdekaannya. Setelah beberapa kali rapat, golongan tua tetap memutuskan menunda proklamasi, akhirnya golongan muda mengamankan Soekarno ke Rengasdengklok agar tidak mendapat pengaruh dari Jepang.

Peristiwa Rengasdengklok

Karena Soekarno dan Moh. Hatta meminta para pemuda untuk sabar dalam mengumumkan proklamasi, Soekarno dan Moh. Hatta pun diamankan ke Rengasdengklok, Jawa Barat oleh para pemuda. Mereka dijemput pada 16 Agustus 1945 pukul 4.30 WIB oleh rombongan golongan muda. Sementara itu, di Jakarta akan dilaksanakan rapat anggota PPKI di gedung Chuo Sangi In.

Ahmad Soebardjo yang saat itu mencari keberadaan Soekarno dan Moh. Hatta pun diberangkatkan ke Rengasdengklok untuk bertemu dan berunding dengan mereka. Akhirnya Soebardjo berjanji dengan jaminan kepada golongan muda bahwa proklamasi kemerdekaan akan diumumkan pada keesokan harinya selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Dengan jaminan itu, akhirnya Soekarno dan Moh. Hatta dibawa kembali ke Jakarta.

Perumusan Naskah Proklamasi

Dari Rengasdengklok, rombongan tiba kembali di Jakarta pukul 23.30 WIB. Mereka memutuskan untuk istirahat sebentar di rumah masing-masing. Sebelum merumuskan naskah proklamasi, Soekarno dan Moh. Hatta menemui Mayor Jenderal Nishimura untuk menanyakan sikapnya mengenai proklamasi kemerdekaan.

Tidak ada kesepakatan dalam pertemuan tersebut karena Jepang sudah menyerah kepada Sekutu, sehingga mereka tidak dibolehkan untuk mengubah keadaan politik di Indonesia sampai kedatangan Sekutu. Akhirnya, Soekarno dan Moh. Hatta memutuskan untuk melanjutkan pembuatan naskah proklamasi.

Setelah itu, Soekarno dan Moh. Hatta pergi ke rumah Laksamana Tadashi Maeda bersama Ahmad Soebardjo. Meskipun orang Jepang, laksamana ini memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh Indonesia dan beliau memberi jaminan keselamatan.

Kata “Proklamasi” adalah sumbangan pemikiran Soekarno, kalimat pertama adalah sumbangan pemikiran Ahmad Soebardjo, dan kalimat terakhir merupakan sumbangan pemikiran Hatta. Teks itu kemudian diberi saran dan sedikit perubahan oleh Sukarni, kemudian diketik oleh Sayuti Malik.

Terakhir, Sukarni memberikan usulan bahwa naskah ini sebaiknya ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Pada pukul 04.30 WIB konsep naskah proklamasi selesai disusun.

Proklamasi Kemerdekaan.

Detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia semakin dekat. Setelah disepakati, proklamasi akan dibacakan pada pukul 10.00 WIB di rumah Soekarno. Sementara itu, Moh. Hatta berpesan kepada para pemuda yang bekerja di kantor pers, B.M. Diah untuk memperbanyak naskah teks proklamasi dan menyiarkan ke seluruh dunia.

Pagi harinya, rumah Soekarno sudah dipadati oleh banyak orang. Shodanco Latief Hendraningrat menugaskan anak buahnya untuk berjaga-jaga di sekitar rumah Soekarno.

Ia menunggu kedatangan Moh. Hatta untuk membacakan naskah tersebut. Setelah Bung Hatta datang, upacara dimulai.
Pada awalnya, S.K. Trimurti diminta untuk mengibarkan bendera, namun ia menolak. Menurutnya, pengibaran bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit.

Akhirnya, ditunjuklah Shodanco Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh S. Suhud. Bendera merah putih dijahit oleh Fatmawati, istri Soekarno. Upacara berlangsung syahdu dan para hadirin spontan menyanyikan Indonesia Raya ketika bendera dikibarkan.

Penyebarluasan Berita Proklamasi.

Berita proklamasi disebarluaskan melalui siaran radio dari kantor berita Domei. Mendengar berita ini, pihak Jepang melarang penyiaran berita proklamasi itu. Kemudian, pada 20 Agustus 1945, alat pemancar di Domei diputus dan disegel, sehingga pegawainya dilarang masuk.

Tanpa kehilangan akal, para pemuda kemudian membuat alat pemancar baru yang diambil dari alat-alat pemancar dari kantor berita Domei.

Alat pemancar ini dibawa ke Menteng dan berita tersebut segera disiarkan ke seluruh Indonesia. Selain dari radio, penyebaran berita proklamasi dilakukan lewat pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian Jawa pada 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi dan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

Selain itu, para tokoh PPKI yang berasal dari luar Jakarta juga diminta untuk kembali ke daerah mereka masing-masing untuk menyebarluaskan berita proklamasi, seperti Teuku Mohammad Hassan dari Aceh, Sam Ratulangi dari Sulawesi, Ketut Pudja dari Bali, dan A.A. Hamidan dari Kalimantan.

Itulah detik-detik proklamasi kemerdekaan Indonesia. Penuh dengan perjuangan. Kita harus bersyukur karena kerja keras para pahlawan yang terlibat dalam peristiwa tersebut, kita dapat hidup tenang kini.

Komitmen Kebangsaan.

Meriahnya perayaan ulang tahun kemerdekaan hendaknya dibarengi upaya pengokohan komitmen dan semangat kebangsaan. Komitmen para pendiri negara untuk mendirikan negara Indonesia dapat terwujud karena adanya prinsip kesepahaman dan perasaan bersama sebagai satu bangsa. Paling tidak ada beberapa prinsip yang mendasari komitmen kebangsaan.

Pertama, solidaritas. Solidaritas merupakan sikap para pendiri bangsa yang didasari perasaan senasib, sependeritaan, dan seperjuangan. Sikap inilah yang menjadi dasar perjuangan meraih kemerdekaan. Saat ini, komitmen solidaritas ini wajib dimiliki oleh seluruh anak bangsa demi tetap kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Kedua, menghargai dan menerima perbedaan. Menghargai dan menerima perbedaan merupakan semangat yang terwujud dalam komitmen bersama para pendiri bangsa. Perbedaan menjadi dorongan utama untuk mendirikan negara yang dapat merangkul semua perbedaan. Komitmen ini mesti dimiliki oleh seluruh anak bangsa dalam upaya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ketiga, musyawarah. Merupakan pembahasan bersama untuk mencapai keputusan atas penyelesaian masalah. Musyawarah berakar dari budaya Indonesia. Para pendiri bangsa telah memperlihatkan kekuatan musyawarah berupa Pancasila sebagai dasar negara. Oleh karena itu, budaya musyawarah ini harus terus dipupuk dan dilestarikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Semoga dengan peringatan HUT kemerdekaan Republik Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus ini dapat mengokohkan komitmen dan semangat kebangsaan. Amin.***

 

Related Articles

Back to top button