Finansial

Di Cirebon Ada Motif Batik Tak Biasa, Curi Perhatian Banyak Orang

CIREBON- Batik-batik motif tak biasa dipampang di sebuah acara di kawasan Perumnas, Kota Cirebon, Rabu (26/7/2023). Batik ini menjadi perhatian para peserta acara, bahkan di antara mereka ada yang langsung membeli di tempat karena tertarik dengan motif batik tak biasa tersebut.

Batik ini disebut bermotif tak biasa karena ‘berbau’ lingkungan. Ketika dilihat, motif ini menggambarkan orang yang sedang membuang sampah, juga ada aneka pohon. Batik-batik ini dibuat oleh para ibu-ibu yang tergabung dalam komunitas Batik Lestari Keberagaman Proklim Merbabu Asih.

Ketua RW 08 Merbabu Asih, Agus Supriono mengatakan, ide membatik ini berawal dari wilayah Merbabu Asih yang memang sudah terlebih dahulu ditetapkan sebagai Kampung Proklim sejak 2014 lalu, di mana warganya sudah menyadari tentang pengelolaan lingkungan.

Lantas, ketika RW tersebut sudah ditetapkan sebagai Kampung Proklim, selanjutnya adalah membuat salah satu program pemberdayaan perempuan di RW tersebut, yaitu membuat batik dengan pakemnya tidak keluar dari persoalan lingkungan.

“Program pemberdayaan perempuan dengan membatik bermotif lingkungan ini baru berdiri sejak 2023, belum ada setahun,” tutur Agus.

Para ibu-ibu kemudian berlatih untuk menggambar di atas kain mori, yang sebelumnya digambar terlebih dahulu di atas kertas. Mereka dilatih oleh seorang mentor. Total para ibu di RW tersebut yang tergabung dalam komunitas ini sebanyak 16 orang. Isi canting untuk melukis di atas kain mori ini pun bukan canting sembarangan, sebab isinya sangat ramah lingkungan.

Menurut Agus, program membatik ini selain bisa memberdayakan secara ekonomi, juga tetap menyuarakan pengelolaan lingkungan.

Sukmayati, Koordinator Batik Lestari Keberagaman Proklim Merbabu Asih mengatakan, dari total 16 orang yang tergabung dalam komunitas tersebut, dibagi ke dalam empat kelompok yang isinya berjumlah masing-masing empat orang.

“Tugas mereka ada yang menggambar orangnya, pohonnya, dan lain-lain, kemudian disatukan ke dalam satu kertas panjang untuk kemudian diaplikasikan ke kain mori,” ujarnya.

Ia menambahkan, meski di awal cukup sulit untuk menggambar, namun akhirnya para ibu-ibu ini menjadi terbiasa.

“Tetap tema besarnya adalah lingkungan, untuk mengajak masyarakat agar menyadari tentang pengelolaan lingkungan, bahwa perubahan iklim itu nyata, kita ingin masyarakat menyadari hal itu,” tuturnya.

Meski baru memulai pada tahun ini, menurutnya, pesanan batik mulai berdatangan. Para ibu-ibu ini membuat batik cap dan tulis.

“Batik tulis itu berkisar di harga Rp 300 ribu, sementara batik cap harganya dan bawah itu. Kita kadang ikut event di Kota Cirebon agar masyarakat mengenal batik ini, dan alhamdulillah pesanan mulai berdatangan,” ungkapnya.(Fanny)

 

Related Articles

Back to top button