Berisiko Timbulkan Gejolak, Pemkab Cirebon Didesak Cabut Perbup Tahapan Pilwu
CIREBON- Surat Keputusan (SK) Bupati Cirebon yang tertuang dalam Peraturan Bupati (Perbup), tentang Tahapan Pemilihan Kuwu (Pilwu) yang sudah lama diterbitkan, dinilai bakal berisiko menimbulkan gejolak di masyarakat jika tidak segera dicabut.
Sebab, draf revisi Undang-Undang (UU) Desa bakal segera diparipurnakan oleh DPR RI. Dan proses penetapan atau ketok palu UU tersebut dimungkinkan sebelum masuk tahun 2024.
Demikian disampaikan salah seorang mantan birokrat Pemda Kabupaten Cirebon yang juga memahmi ilmu hukum tata negara, Iis Krisnandar. Menurutnya, melihat perkembangan revisi UU Desa yang dibahas di DPR RI, kemungkinan diparipurnakan DPR RI pada Selasa (11/7/2023) ini.
Paripurna tersebut, terang Iis, akan menetapkan rancangan undang-undang atas perubahan Undang-Undang Desa dan sebagai hak inisiatif DPR. Kemudian DPR RI akan menyerahkan revisi UU ini kepada Pemerintah, dan Pemerintah paling lama 60 hari harus membuat daftar isian Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), yang dibahas bersama-sama DPR RI.
“Kelihatannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, sebelum tahun 2024, undang-undang ini akan disahkan. Nah untuk Kabupaten Cirebon berdasarkan informasi bahwa periodisasi baru yang saat ini sedang atau telah ditetapkan tahapan pilwunya, itu periodisasinya akhir masa jabatan pada tanggal 30 Desember 2023,” beber Iis, Senin (10/7/2023).
Sedangkan tahapan akhir pemilihan, lanjutnya, dilakukan di Oktober 2023 mendatang. Sehingga, kalau tahapan pilwu ini tetap dilakukan, sementara revisi UU ini belum ada kepastian, maka risiko yang paling fatal manakala UU ini disahkan sebelum 2024.
“Sehingga Pilwu Serentak Tahun 2023 yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon pada bulan Oktober nanti, akan sia-sia. Bahkan berpotensi menjadi polemik yang besar bagi masyarakat Kabupaten Cirebon,” ungkapnya.
Menurut Dosen Ilmu Hukum Otonomi Daerah di salah satu Universitas Pascasarjana ini, sebaiknya tahapan dan pelaksanaan pilwu ini ditunda sampai dengan lembaran negara mengenai perubahan Undang-Undang Desa itu terbit. Karena kemungkinan terbitnya di akhir tahun 2023 ini.
“Jadi SK bupatinya ini harus dicabut. Karena melihat perkembangan nasional terhadap Undang-Undang Desa. Sehingga polemik yang nanti terjadi bisa diminimalisasi,” ujarnya.
Pilwu dibatalkan
Ia memprediksi, risiko terbesarnya dan yang paling fatal kalau pilwu tetap dilakukan, pertama jika sampai dengan dilakukan pemilihan, hasil pemilihan sudah ada sejak bulan Oktober, kemudian revisi UU Desa sebelum 30 Desember 2023 sudah dilembarnegarakan, maka hasil pilwu itu akan batal dengan sendirinya.
“Karena masa jabatan kuwu akan ditambah lagi 3 tahun, coba bayangkan kalau seandainya hal itu terjadi akan membuat kegaduhan yang sangat luar biasa bagi Kabupaten Cirebon,” sebutnya.
Ia mendorong agar Perbup Tahapan Pilwu dicabut karena masih menunggu seminggu, dua minggu lagi. Menurutnya, masyarakat sudah banyak yang dirugikan, karena masyarakat sudah mengajukan persyaratan.
“Juga secara tradisi sudah ‘membuka warung’. Alangkah baiknya dicabutnya segera mungkin. Pemda harus langsung cepat tanggap, jadi cerdas melakukan tindakan-tindakan. Jangan dibiarkan terlalu lama SK bupati ini dilaksanakan oleh masyarakat,” katanya.
Walaupun tahapannya mungkin dimulai tanggal 22 Juli 2023, dari pembentukan panitia dan lain sebaginya. Tetapi untuk memenuhi persyaratan calon kuwu, masyarakat sudah membuat suatu keterangan kelakuan baik, membuat tidak pernah dihukum, serta lainnya.
“Betapa kecewanya masyarakat yang sudah ingin mencalonkan tiba-tiba tidak jadi. Kekecewaan ini semakin lama semakin besar, kalau SK bupati tidak segera dicabut. Alangkah baiknya sesegera mungkin melakukan tindakan yang risikonya lebih kecil,” katanya.
Iis juga menjelaskan, dalam revisi UU Desa ini ada dua poin yang diubah. Yakni mengenai periodisasi jabatan kuwu dan masalah keuangan desa. Masalah keuangan desa ini kelihatannya di revisi UU Desa adalah 20 persen ditransfer Pemerintah ke APBD, ini pun harus disikapi.
“Karena undang-undang ini kalau diundangkan di akhir tahun, sedangkan APBD kita sudah sedang dirancang, maka lama lagi membahasnya. Harus hitung lagi, alangkah baiknya pemerintah daerah mempersiapkan itu. Walaupun revisi undang-undangnya belum ditetapkan, belum diundangkan, tapi perencanaannya harus matang,” imbaunya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Cirebon, Nanan Abdul Manan saat dikonfirmasi menjelaskan, hasil konsultasi pihaknya ke Kemendagri RI perihal pilwu serentak, pihak Kementerian belum berani mengambil keputusan.
“Penjelasan kita mengenai kondisi di daerah akan menjadi pertimbangan mereka ke pimpinan. Terus kita juga diminta berkirim surat secara resmi. Kita akan segera menyurati kementerian agar kita mendapatkan jawaban yang resmi,” ungkapnya.
Nana juga menjelaskan, pihaknya telah meminta jaminan yang pasti ke Kemendagri RI, jika nanti dilanjut tahapan pilwunya. “Artinya, ada jaminan tidak di-cut di tengah jalan. Kalau memang harus distop, ya mumpung tahapannya belum dimulai,” katanya.(Ismail)