Opini

Perempuan Ditinggikan Sekaligus Direndahkan Martabatnya

Oleh : Jaka Prastana
Guru SMP Putra Nirmala Cirebon

SEMENJAK manusia pertama diciptakan oleh Tuhan, perempuan menjadi sosok yang unik dan menarik untuk diperbincangkan.
Perbincangan ini ada yang menyangkut masalah peninggian derajat atau perhormatan terhadap perempuan atau sebaliknya perendahan terhadap derajat perempuan.
Adam melanggar perintah Allah karena dipengaruhi oleh perempuan.
Dalam berbagai legenda yang ada di Indonesia, perempuan menjadi tokoh utama atau tokoh sentral. Dalam tradisi masyarakat tradisional pun, perempuan mendapat perhatian khusus, walaupun kadang mendapat perlakuan yang kurang adil dibandingkan laki-laki.

Perempuan dalam legenda.

Beberapa legenda di Indonesia tokoh utamanya perempuan. Di Jawa Barat ada legenda Sangkuriang. Diceritakan ada seorang perempuan cantik bernama Dayang Sumbi.
Dia mau diperisteri oleh Sangkuriang. Dia tidak mau karena tahu bahwa Sangkuriang adalah anaknya. Untuk menggagalkan keinginan Sangkuriang, dia mempunyai permintaan yang sangat sulit diwujudkan yaitu membuat perahu dan telaga dalam satu malam.
Atas akal licik Dayang Sumbi, gagallah Sangkuriang menyelesaikan pembuatan perahu dan telaga. Lantas Sangkuriang marah dan menendang perahu tersebut. Perahu tersebut jatuh tengkurap dan jadilah Gunung Tangkuban Perahu.
Di Jawa Tengah ada legenda Roro Jonggrang. Dia adalah seorang perempuan cantik yang ingin diperisteri oleh seorang raja raksasa bernama Prabu Boko. Roro Jonggrang menolak keinginan Prabu Boko. Karena terus dipaksa, Roro Jonggrang mau diperisteri asalkan Prabu Boko sanggup mengabulkan permintaannya. Permintaan Roro Jonggrang adalah minta dibuatkan seribu candi dalam satu malam.
Prabu Boko menyanggupi permintaan Roro Jonggrang. Atas bantuan para jin dan makhluk gaib lainnya, Prabu Boko berusaha keras menyelesaikan pembuatan seribu candi. Namun, atas kelicikan Roro Jonggrang, gagallah Prabu Boko menyelesaikan pembuatan candi.
Prabu Boko marah dan mengutuk Roro Jonggrang menjadi candi untuk menggenapi candi yang belum selesai. Jadilah sekarang bisa kita lihat patung Roro Jonggrang di Candi Prambanan yang ada di Yogyakarta.

Perempuan dalam budaya Jawa.

Dalam budaya Jawa, beberapa istilah yang mendudukkan posisi perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Istilah-istilah itu sudah tertanam dalam masyarakat sehingga diterima dan dimaklumi begitu saja.
Ada istilah yang menyebut isteri sebagai kanca wingking (teman belakang). Isteri sebagai teman di belakang dalam mengurus rumah tangga, khususnya urusan anak, memasak, dan mencuci. Istilah lain yang disematkan kepada perempuan adalah suwarga nunut neraka katut, istilah ini diperuntukkan bagi para isteri bahwa suami adalah yang menentukan apakah isteri akan masuk surga atau neraka.
Ada istilah lain yang lebih merendahkan bagi para perempuan atau isteri bahwa isteri harus bisa manak, macak, dan masak yaitu seorang wanita harus bisa memberikan keturunan, bisa berdandan, dan bisa memasak buat suami.
Citra bagi seorang perempuan yang diidealkan bagi budaya Jawa yaitu lemah lembut, penurut, tenang, kalem, tidak suka konflik, mementingkan harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami orang lain, sopan, pengendaliaan diri tinggi, tidak membantah dan tidak boleh melebihi laki-laki sebagai tanda penghormatan, daya tahan untuk menderita tinggi, memegang peran secara ekonomi, dan setia.
Peran perempuan yang didambakan dalam budaya Jawa yaitu pengelola rumah tangga sebagai pendukung suami. Selain itu, bagi perempuan Jawa diistilahkan bahwa wanita ungkapan dari wani ditata (berani diatur). Artinya dia membiarkan dirinya ditata dalam suatu aturan yang sudah ditentukan di mana posisinya berada dan apa tanggung jawabnya.

Perempuan masa kini.

Semenjak R.A. Kartini memperjuangkan emansipasi atau kesederajatan antara laki-laki dan perempuan, pelan tapi pasti perempuan mendapatkan tempat lebih tinggi dalam masyarakat.
Perjuangan yang panjang dan melelahkan ini membuahkan hasil akan adanya kesadaran bahwa perempuan boleh mengenyam pendidikan dan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.
Dengan pendidikan itu, perempuan memperoleh pekerjaan di luar urusan rumah tangga. Perempuan yang semula hanya di sekitar domestik kemudian meluas ke sektor publik. Dalam bidang politik dan sosial sudah banyak perempuan yang menduduki posisi strategis.
Sudah ada perempuan yang menjabat sebagai presiden, gubernur, bupati, walikota, camat, dan lurah. Perusahaan dipimpin seorang perempuan juga sudah biasa.

Mengapa menghormati perempuan?

Kita ada di dunia ini karena pengorbanan seorang perempuan. Perempuan itu biasa kita panggil sebagai ibu, simbok, emak, mama, umi, biyung, atau panggilan lainnya. Dia rela mengorbankan dirinya sebagai perantara keberadaan kita di dunia ini. Sembilan bulan dia membawa kita kemanapun pergi.
Melindungi, menjaga, dan memberikan sari-sari makanan agar kita tumbuh dan berkembang dengan sempurna. Setelah kita lahir, pengorbanan itu terus berlanjut sampai kita dewasa dan meninggalkannya dalam kesepian karena kita membangun keluarga baru.
Kadang kala kita melupakan pengorbanan perempuan luar biasa itu. Ucapan terima kasih dan bakti kepadanya jarang kita lakukan. Ada yang justru menambah beban penderitaan di masa tuanya. Ada juga yang menyia-nyiakannya.
Sebagai seorang anak yang sudah tahu betapa besar pengorbanan seorang ibu, kini saatnya kita menghormati ibu kita masing-masing.
Penghormatan itu bisa dilakukan dengan cara tidak membuat dia sedih karena kita menentangnya. Bisa dengan cara memperhatikan segala kebutuhannya. Bisa dengan melayaninya. Bisa dengan selalu mengajaknya bicara. Bisa juga dengan mengunjunginya jika tempat tinggal kita terpisah.***

 

Related Articles

Back to top button