Puluhan Bakul Demo, Daging Ayam Menghilang di Pasaran
CIREBON- Puluhan Bakul dan Supplier ayam dari Ciayumajakuning yang melakukan aksi solidaritas dengan berkumpul di Kompleks Stadion Bima Kota Cirebon berencana akan mogok berjualan atau pengiriman ayam.
Koordinator Aksi yang ditemui sejumlah awak media menuturkan bahwa mogok berjualannya hingga 29 Juni 2023. Hal tersebut, dampak dari mahalnya harga ayam dan pakannya.
“Kita akan mogok hingga 29 Juni nanti, tuntutan kita karena harga semakin mahal,” kata Mulyana, Senin (26/6/2023).
Mulyana menjelaskan, aksinya tidak diijinkan di Kota Cirebon. Dimungkinkan, pihaknya akan mengarah ke Kabupaten Cirebon. Bahkan, yang lain akan memonitoring pengiriman ayam karena kawan-kawan melarang adanya pengiriman. “Di kota belum ada keputusan karena tidak mengijinkan. Mau dirundingkan lagi dengan Kabupaten Cirebon,” jelasnya.
Sebelumnya, sebanyak empat perwakilan dari mereka, diantar pihak kepolisian untuk bertemu pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Cirebon. “Kami berkumpul di sini karena sudah dua bulan harga ayam mahal, dari harga sebelumnya 27 ribu, saat ini bisa mencapai 40 ribu lebih perkilonya,” ujar Mulyana.
Menurutnya, dari pihak Disperindag dengan Polres Kota Cirebon akan disampaikan ke pihak-pihak terkait. “Belum ada respon. Tuntutan kita turunkan harga ayam,” tutur Mulyana.
Sementara itu salah satu Bakul Ayam Broiler dari Kota Cirebon, Muhidin mengungkapkan, pihaknya mogok berjualan atau mengirim ayam ke para pedagang kecil sejak Minggu kemarin hingga satu hari kedepan atau sekitar tiga hari. Karena, secara hitung-hitungan angka dari membeli hingga mengirim ayam tidak masuk antara pemasukan dan pengeluarannya.
“Harga per mobil bak jenis grandmax itu yang isinya 1,5 ton tembus ke harga 40 juta lebih, sebelumnya dengan harga sekitar 25 jutaan,” ungkapnya.
Menurutnya, yang terdampak sekali selain Bakul atau Supplier adalah para pedagang kecil yang berada di pinggir jalan. “Otomatis mereka tidak dapat berjualan karena tidak ada kiriman. Di sejumlah wilayah juga sama,” tutup Muhidin.
Sementara Pengamat Ekonomi dan Kebijakan Publik, Sandi Wiranata mengaku, persoalan kenaikan harga daging ayam memang tak lepas saat pembibitan atau pembesaraan. “Di peternakan memang tergantung dari pakan, kalau langka atau mahal maka dipastikan harganya meningkat,” ungkapnya.
Menurutnya, pemerintah harus segera mengatasi persoalan harga daging, di mana Rp 35.000 per kilogram saja sudah tak wajar, apalagi sekarang tembus Rp 40.000 per kilogram. Sementara, harga telur ayam ras mengalami kenaikan harga dari Rp 22.000 per kilogram menjadi kisaran Rp 33.000
Sandi menjelaskan, kenaikan harga ayam dan telur tak hanya berdampak terhadap masyarakat sebagai konsumen akan tetapi juga terhadap pedagang kecil dan pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Ia pun menjabarkan kenaikan harga pangan secara otomatis akan meningkatkan biaya produksi bagi para pedagang dan UMKM, terutama mereka yang memiliki usaha dengan ayam dan telur sebagai bahan utama produksi usahanya.
“Sebagai solusi, pemerintah harus bisa mensubsidi bahan pakan serta penanganan akurat terhadap monopoli, penimbunan, atau spekulasi harga harus dilakukan untuk mencegah kelangkaan dan peningkatan harga yang tidak wajar,” tegas Sandi.(Jaka/Cimot)