Opini

Meneladani Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz

Oleh : H. Imam Nur Suharno, SPd, SPdI, MPdI
Kepala Divisi HRD dan Personalia Pesantren Husnul Khtimah, Kuningan, Jawa Barat

SUATU hari, Khalifah Umar bin Abdul Aziz menyewa seekor unta dari seorang pemilik unta untuk perjalanan ke luar kota. Di tengah perjalanan yang kanan dan kirinya penuh dengan pepohonan, tiba-tiba serban Umar tersangkut pohon dan jatuh ke tanah.

Setelah satu kilometer perjalanan, Umar baru diberi tahu bahwa serbannya tersangkut di pohon dan jatuh. Kemudian, Umar turun dari unta dan berjalan mengambil serbannya yang terjatuh.
“Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau mengambil sendiri serban itu? Bukankah kita bisa mengambilnya dengan mengendarai unta.“ tanya sang pemilik unta itu kepada Umar dengan penuh keheranan.
“Tidak, saya menyewa unta hanya untuk pergi, bukan untuk kembali.“ jawab Umar. “Mengapa engkau tidak menyuruhku mengambilnya?“ tanya pemilik unta itu lagi dengan penuh penasaran. “Tidak juga, karena serban itu bukan milikmu, melainkan milikku.“ ujarnya dengan mantap.

Kisah di atas memberikan pelajaran berharga kepada kita –khususnya para pemimpin di negeri ini– tentang pentingnya memahami arti kepemimpinan. Umar bin Abdul Aziz sebagai seorang pemimpin yang memberikan keteladanan dalam memimpin. Ia tidak memanfaatkan kepemimpinannya untuk minta dilayani.
Di zaman sekarang ini, sebagian orang yang diberikan amanah untuk memimpin suatu kaum atau suatu kelompok orang justru memanfaatkan posisinya untuk mendapatkan layanan dari orang yang dipimpinnya dan fasilitas yang diluar kewajaran.

Jika setiap pemimpin benar-benar memikirkan untuk kepentingan rakyat, maka setiap program kerja dan kebijakan yang dibuat akan senantiasa berorientasi untuk kepentingan rakyat banyak, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, maupun kelompoknya.

Jika seorang pemimpin dihadapkan dengan dua program yang sama-sama penting maka ia akan mengutamakan program yang lebih penting karena berorientasi kepada kemaslahatan rakyat banyak. Jadi orientasinya adalah apa manfaat yang dirasakan oleh rakyat, bukan apa dan seberapa besar manfaat yang didapatkan oleh pemimpin dan kelompoknya.
Menjadi pemimpin itu ada batasan waktunya, maka selagi memimpin maka manfaatkan kepemimpinan untuk memberikan manfaat seluas-luasnya kepada kepentingan rakyat banyak. Ketahuilah bahwa setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban di dunia dan di akhirat.

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala negara), adalah pemimpin manusia secara umum, dan akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka.

“Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimipin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (H.r. Bukhari dan Muslim).

Keberhasilan seorang pemimpin itu tidak terletak pada kemampuannya duduk manis di kursi singgasana kepemimpinan, melainkan pada kemampuannya duduk di hati orang-orang yang dipimpinnya. Hal itu terwujud dalam kemampuannya melayani rakyat yang dipimpinnya.

Sehingga, antara orang yang memimpin dan yang dipimpinnya akan tumbuh rasa saling mencintai karena Allah. Interaksi antara pemimpin dengan orang yang dipimpin bukan karena atasan dengan bawahan melainkan buah dari saling mencintai karena Allah SWT.

Dalam hal ini, Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baiknya pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka mencintai kalian, juga yang kalian mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan, seburuk-buruk pemimpin kalian adalah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.”

Lalu, Auf berkata, “Ya Rasulullah, bolehkah kita memberontak kepada mereka?” Rasulullah SAW bersabda, “Jangan, selama mereka masih mendirikan shalat di tengah kalian.” (H.r. Muslim). Salah satu dari indikator pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya adalah pemimpin yang dapat mengayomi rakyatnya, melayani, menyayangi, membela, memenuhi kebutuhannya, dan tidak berbuat dzalim terhadap rakyat.

Pemimpin yang dapat melayani adalah pemimpin yang memiliki kriteria sebagaimana disebutkan dalam surah Yusuf ayat 55, yaitu hafidzun (pandai menjaga hablum minallah dan hablum minannas) dan ‘alimun (berpengetahuan luas sehingga mampu menyelesaikan urusan umat/rakyat). Semoga Allah membimbing kita kaum Muslimin –khususnya para pemimpin di semua level di negeri ini– agar dapat menjalankan amanah kepemimpinan dan mampu memberikan pelayanan yang terbaik terhadap orang-orang (rakyat) yang dipimpin. Amin.***

Back to top button