Rembulan untuk Bintang
Oleh Hernawati
Penggiat Ekstrakulikuler Jurnalistik Altria Satra SMAN 1 Pabedilan
HAI aku Rembulan, gadis desa yang bermimpi menjadi penyanyi terkenal. Aku masih menempuh pendidikan di bangku SMA, teman-temanku sering memanggil aku dengan sebutan bubu.
Setiap hari aku membantu ayah dengan berjualan kue tradisional di sekolah. Sejak kepergian ibu aku tidak pernah sebahagia saat ada ibu namun mimpi ibuku ada padaku oleh sebab itu aku akan tetap berjuang sampai aku meraihnya.
Setelah beberapa tahun akhirnya aku punya tabungan untuk pergi ke bandung dan mengikuti kontes bernyanyi.
Esok harinya Ayah dan aku pergi menuju Bandung. Namun aku gagal dalam kontes bernyanyi itu. Aku sangat terpukul dan kecewa karena ternyata mimpi ibuku belum bisa aku raih. Uang Ayah sudah habis, terpaksa aku dan ayah harus menyewa rumah di bandung.
Kehidupanku seolah tak pernah berhenti ditimbun duka. Aku harus terpaksa putus sekolah dan membantu ayah. Mimpiku seolah mulai sirna dari tatapan.
“Tuhan?? Apa ini takdirku” seolah aku ingin menyerah. Beberapa bulan kemudian aku bekerja disebuah rumah makan. Aku tetap melatih suaraku disela-sela kegiatanku lalu saat aku sedang menyapu lantai tiba-tiba seseorang menabraku dari belakang.
“Dakkk.. ”
“Ehh sory sory gua ngga liat”
Aku terdiam dan terkejut sosok pria yang menabraku seperti sosok teman diwaktu kecil saat aku masih di kampung halaman ibuku. Ternyata pertemuan itu bukan untuk yang pertama dan terakhir. Dia datang ke tempatku kerja obrolan singkat dan menyenangkan selalu terdengar di lorong rumah makan.
Dia adalah seorang anak dari keluarga penyanyi, katanya dia tertarik dengan suaraku. Seiring waktu berjalan dia mulai terbuka tentang hidupnya dan aku terkejut dia ternyata adalah teman lamaku bintang atau biasa aku panggil odet.
Dia pun terkejut mengetahui aku adalah sosok yang selama ini dia cari. Kita berbincang banyak hal. Dia menawariku untuk ikut kontes bernyanyi namun aku takut gagal kembali. Tapi mimpi ibuku harus aku gapai.
Keesokan harinya aku pergi bersama Odet mengunjungi gedung musik setelah beberapa kontestan maju akhirnya namaku dipanggil. Ternyata kali ini aku berhasil. Dan aku terpilih untuk lanjut ke babak berikutnya.
Babak demi babak aku lalui bersama ayah dan odet yang menemaniku hingga pada pengumuman juara pemenang kontes bernyanyi. Satu demi satu setiap juara di sebutkan namanya dan yang terakhir adalah juara pertama ternyata diraih olehku. Aku sangat senang akhirnya mimpi ibuku terlah menjadi kenyataan.
Tiba tiba odet berbicara di depan panggung tentangku dan tiba-tiba odet melontarkan kata yang membuatku sangat terkejut. “Maukah kau menikah denganku?”
Aku menangis bahagia seolah semesta kala itu hanya milikku. Beberapa minggu berlalu acara pernikahan aku dan odet akan berlangsung namun saat janji pernikahan akan diucapkan seorang perempuan datang dan berteriak memanggil nama odet “Bintanggg…. “. Dengan kondisinya yang sedang mengandung membuatku cemas dan bertanya tanya sebenarnya apa yang terjadi.
Wanita itu mendekat dan bilang “Kita sudah menikah mengapa kamu ingin menikah lagi, apa aku kurang cukup?”
Aku terkejut dan terdiam air mataku jatuh tak terbendung. Odet menjawab “Pernikahan kita hanya sebatas uang aku tidak pernah mencintaimu, bayimu akan aku rawat tapi untuk bersama aku tidak bisa dan tidak akan pernah bisa”.
Aku tidak bisa berkata apa apa dan aku pergi meninggalkan odet bersama wanita itu. Aku berlari sejauh yang aku bisa odet mencoba mengejarku. Aku segera bergegas menjalankan mobil dan meninggalkan semua yang aku miliki karir dan pencapaian aku meninggalkan itu semua aku pergi bersama ayahku ke luar negri untuk melupakan sosok odet.
2 tahun di korea aku mulai meniti karir kembali menjadi seorang penyanyi. Namaku terbang diantara ribuan orang di dunia namun aku dikenal sebagai syaina bukan rembulan. Entahlah mungkin di ujung sana odet menatapku di layar dengan sosok aku yang sekarang.
Ayah mengajakku untuk pulang kampung mengunjungi makam ibuku. Aku setuju dan esok harinya kita pergi dengan pesawat pribadi. Perjalanan tidak begitu lama 2 jam kemudian kita tiba di bandung. Aku dan ayah langsung bergegas menuju makam ibu setelah beberapa jam disana aku pergi ke rumahku yang dulu ternyata saat aku tiba kudapati odet sedang duduk di depan halamam rumahnya yang bersebelahan dengan rumahku.
Odet melihat aku dan menghampiriku lalu berkata “Rembulan?” dan jatuhlah air mata kita kala itu.
“Aku selalu menanti kedatanganmu mengapa kala itu kamu pergi tanpa tau penjelasan dariku” odet meyakinkanku dan mempertanyakan kepergianku. Aku hanya terdiam seolah semua kata tidak lagi bermakna. Dan tiba tiba seorang anak kecil keluar dari dalam rumah dan memanggil Ayah “Ayah… Ayah.. ”
Aku yang tau itu pasti anak odet dan wanita itu aku memutuskan untuk pergi. Namun obet memegang tanganku dan berkata “Jangan tinggalkan aku lagi rembulan”
“Dia memang anakku karena ibunya terikat pernikahan denganku tapi dia bukanlah anakku. Aku tidak pernah menyentuh sedikitpun wanita itu.
Dia membayar ayahku dan menjual aku untuk dijadikan suami karena pria yang menghamilinya pergi tanpa berpamitan. Aku selalu menunggu kamu rembulan, kini aku dan dia sudah bercerai namun sesuai janjiku anaknya akan menjadi anakku dan tanggung jawabku. Aku memilih kamu untuk bersamaku, maukah kamu menerimaku sebagai teman hidup dengan segala kekuranganku?” ujar odet padaku.
Aku terkejut dengan semua penjelasan odet ternyata ini bukan salah odet. Aku memutuskan untuk menerima kembali odet sebagai teman hidup. Akhirnya aku dan odet bisa bersama dan saling menerima setiap kekurangan dan kelebihan yang kita punya.***