Dewan Gak Peduli Lingkungan Jika Anggaran Relokasi Perajin Batu Alam di Kabupaten Cirebon Dicoret
CIREBON- Bupati Cirebon, H Imron Rosyadi mengaku tidak mengetahui kalau anggaran yang digunakan untuk merelokasi perajin batu alam di Kecamatan Dukupuntang selalu dicoret.
Menurutnya, dengan selalu dicoretnya anggaran untuk relokasi perajin batu alam, pihaknya akan melakukan komunikasi dengan legislatif. Pasalnya, kalau tidak langsung disikapi, maka akan semakin meluas pencemaran lingkungan akibat limbah batu alam.
“Nanti kita komunikasikan dengan dewan, apa sebabnya dicoret, apakah karena tidak ada uangnya atau seperti apa,” kata Imron.
Menurut Imron, Kalau melihat dampaknya, memang sesegera mungkin dilakukan relokasi agar limbahnya dapat tertanggulangi, kalau tidak segera direlokasi maka akan terus menerus merusak alam. “Secepatnya kita akan komunikasikan dengan dewan. Bila perlu kita akan komunikasi juga dengan pemerintah provinsi,” sebut Imron.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Bidang Pengendalian Lingkungan dan Penataan Hukum pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Cirebon,Yuyu Jayudin mengatakan, hingga kini pihaknya masih kesulitan terkait relokasi para pengrajin batu alam.
Pasalnya hingga tahun 2023, anggaran untuk relokasi para pengrajin batu alam tidak ada. “Tahun ini berhenti, karena tidak mendapatkan anggaran,” kata Yuyu Jayudin.
Ia menyebut, pihaknya setiap tahun telah mengajukan anggaran, namun, selalu tidak dapat. Sebab di dinas untuk anggatan dibatasi.
Menurutnya, anggaran sangat penting, mengingat permasalahan limbah batu alam di Kabupaten Cirebon belum terselesaikan. “Untuk anggaran saat DED tahun 2018 mencapai Rp 34 miliar, tetapi kalau 2023 ini pasti sudah naik, lebih dari Rp 40 miliar,” ungkapnya.
Yuyu menjelaskan permasalahan limbah batu alam memang sangat urgent. Mengingkat dampak dari limbah untuk air sungai dan lahan pertanian. “Kami sudah menyediakan lahan 4,2 hektare untuk relokasi para pengrajin batu alam di Kecamatan Dukupuntang, tatapi untuk pengrajin skala kecil maksimal 2 sampai 3 mesin, sedangkan untuk kapasitas lebih dari 3 mesin suruh membangun sendiri karena dinilai mampu,” katanya.
Selain itu, kata Yuyu, pada 2019, DLH mendapatkan kucuran anggaran sebesar Rp, 2,5 miliar. Nemun, itu terhentin akibat recofucing. Sebelumnya, kata Yuyu, pihaknya telah membuat IPAL Komunal untuk menampung limbah batu alam. Namun, hingga kita belum bisa dimanfaatkan.
“Tahun 2018 kami mendapatkan anggaran kurang lebih Rp 1 miliar dari Kementerian untuk pembuatan IPAL Komunal di beberapa lokasi untuk pembuatan bata ringan, tetapi hingga sekarang alhamdullilah bersih karena belum terpakai sama sekali,” bebernya.(Junaedi)